FAIDAH ILMU : “BETAPA KITA TIDAK SADAR AKAN BAHAYA KEBODOHAN”

Sabtu, 11 Januari 2023.

Artikel,

DIANTARA BAHAYANYA KEBODOHAN

  1. Termasuk diantara tanda kiamat adalah tersebarnya kebodohan.

عن أنس بن مالك قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن من أشراط الساعة أن يرفع العلم ويثبت الجهل ويشرب الخمر ويظهر الزنا

dari Anas bin Malik berkata: telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Sesungguhnya diantara tanda-tanda kiamat adalah diangkatnya ilmu dan merebaknya kebodohan dan diminumnya khamer serta praktek perzinahan secara terang-terangan.”

HR. Al-Bukhoriy, no. 78

عن شقيق قال كنت مع عبد الله وأبي موسى فقالا

قال النبي صلى الله عليه وسلم إن بين يدي الساعة لأياما ينزل فيها الجهل ويرفع فيها العلم ويكثر فيها الهرج والهرج القتل

dari Syaqiq mengatakan: aku bersama Abdullah dan Abu Musa, keduanya mengatakan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Menjelang kiamat terjadi, terdapat hari-hari yang ketika itu banyak kebodohan, ilmu diangkat, dan banyak alharaj, alharaj adalah pembunuhan.”

HR. Al-Bukhory, no. 6538

  • Penyebab utama kekacauan adalah kebodohan

عن سالم قال سمعت أبا هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال يقبض العلم ويظهر الجهل والفتن ويكثر الهرج قيل يا رسول الله وما الهرج فقال هكذا بيده فحرفها كأنه يريد القتل

dari Salim berkata: aku mendengar Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

“Ilmu akan diangkat dan akan tersebar kebodohan dan fitnah merajalela serta banyak timbul kekacauan.” Ditanyakan kepada Beliau: “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan kekacauan?” Maka Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Begini.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi isyarat dengan tangannya lalu memiringkannya. Seakan yang dimaksudnya adalah pembunuhan.

HR. Al-Bukhoriy, 83.

  • Kebodohan penyebab amalan tertolak

عن أبي هريرة

عن النبي صلى الله عليه وسلم قال من لم يدع قول الزور والعمل به والجهل فليس لله حاجة أن يدع طعامه وشرابه

قال أحمد أفهمني رجل إسناده

dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda: “Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan kotor, melakukan hal itu dan masa bodoh, maka Allah tidak butuh (amalannya) meskipun dia meninggalkan makanan dan minumannya (puasa).” Ahmad berkata: Seorang laki-laki memahamkanku tentang isnad hadits ini.

HR. Al-Bukhoriy, no. 5597

  • Berpaling dari sunnah dan atsar lalu berbuat bid’ah adalah bentuk kebodohan yang membinasakan.

عن أبي الصلت وهذا لفظ حديث ابن كثير ومعناهم قال كتب رجل إلى عمر بن عبد العزيز يسأله عن القدر فكتب

أما بعد أوصيك بتقوى الله والاقتصاد في أمره واتباع سنة نبيه صلى الله عليه وسلم وترك ما أحدث المحدثون بعد ما جرت به سنته وكفوا مؤنته فعليك بلزوم السنة فإنها لك بإذن الله عصمة ثم اعلم أنه لم يبتدع الناس بدعة إلا قد مضى قبلها ما هو دليل عليها أو عبرة فيها فإن السنة إنما سنها من قد علم ما في خلافها ولم يقل ابن كثير من قد علم من الخطإ والزلل والحمق والتعمق فارض لنفسك ما رضي به القوم لأنفسهم فإنهم على علم وقفوا وببصر نافذ كفوا وهم على كشف الأمور كانوا أقوى وبفضل ما كانوا فيه أولى فإن كان الهدى ما أنتم عليه لقد سبقتموهم إليه ولئن قلتم إنما حدث بعدهم ما أحدثه إلا من اتبع غير سبيلهم ورغب بنفسه عنهم فإنهم هم السابقون فقد تكلموا فيه بما يكفي ووصفوا منه ما يشفي فما دونهم من مقصر وما فوقهم من محسر وقد قصر قوم دونهم فجفوا وطمح عنهم أقوام فغلوا وإنهم بين ذلك لعلى هدى مستقيم كتبت تسأل عن الإقرار بالقدر فعلى الخبير بإذن الله وقعت ما أعلم ما أحدث الناس من محدثة ولا ابتدعوا من بدعة هي أبين أثرا ولا أثبت أمرا من الإقرار بالقدر لقد كان ذكره في الجاهلية الجهلاء يتكلمون به في كلامهم وفي شعرهم يعزون به أنفسهم على ما فاتهم ثم لم يزده الإسلام بعد إلا شدة ولقد ذكره رسول الله صلى الله عليه وسلم في غير حديث ولا حديثين وقد سمعه منه المسلمون فتكلموا به في حياته وبعد وفاته يقينا وتسليما لربهم وتضعيفا لأنفسهم أن يكون شيء لم يحط به علمه ولم يحصه كتابه ولم يمض فيه قدره وإنه مع ذلك لفي محكم كتابه منه اقتبسوه ومنه تعلموه ولئن قلتم لم أنزل الله آية كذا لم قال كذا لقد قرءوا منه ما قرأتم وعلموا من تأويله ما جهلتم وقالوا بعد ذلك كله بكتاب وقدر وكتبت الشقاوة وما يقدر يكن وما شاء الله كان وما لم يشأ لم يكن ولا نملك لأنفسنا ضرا ولا نفعا ثم رغبوا بعد ذلك ورهبوا

dari Abu Ash Shalt -dan ini adalah hadits Ibnu Katsir- ia berkata:

“Seorang laki-laki menulis surat kepada Umar bin Abdul Aziz bertanya tentang takdir. Umar bin Abdul Aziz lalu menulis balasan: Amma Ba’du. Aku berwasiat kepadamu agar bertakwa kepada Allah dan konsisten (tidak menambah dan mengurangi) dalam melaksanakan perintah-Nya, mengikuti sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meninggalkan apa yang diada-adakan oleh orang-orang yang membuat hal baru setelah berlaku sunnahnya, padahal mereka telah dicukupkan dengan sunnah beliau. Hendaklah engkau berpegang teguh dengan sunnah, sebab dengan izin Allah ia akan menjagamu dari kesesatan. Ketahuilah, tidaklah orang-orang membuat suatu kebid’ahan kecuali telah ada dalil yang menjelaskan tentang hal itu, atau pelajaran yang bisa diambil keterangannya.

Sesungguhnya sunnah itu, yang menjadi sumbernya adalah Dia (Allah dan Rasul-Nya) yang telah mengetahui kebalikannya -Ibnu Katsir tidak menyebutkan: “yang mengetahui berbagai kesalahan- kekeliruan dan kebodohan serta penyulitan diri. Maka ridla-lah dengan apa-apa yang dipegang oleh orang-orang sebelum kamu (para sahabat). Karena mereka (para sahabat), dengan ketinggian ilmu yang dimiliki, serta kecerdasan yang cemerlang mereka juga tetap menahan diri. Padahal dari sisi keilmuan mereka lebih paham, dan dari sisi keutamaan mereka lebih layak untuk memperbincangkannya. Jika kebenaran itu ada pada kalian, maka kalian telah mendahului mereka.

Jika kalian katakan hanyasanya terjadi perkara baru setelah mereka yang tidak diada-adakan kecuali oleh orang yang tidak mengikuti petunjuk mereka (para sahabat) dan ridla dengan pemikirannya sendiri dari pada pemikiran mereka, ketahuilah sesungguhnya para sahabat adalah orang-orang yang lebih dahulu mendapati permasalahan ini. Mereka berbicara (masalah takdir) hanya sekedarnya, mereka tidak terlalu menyepelekan namun tidak juga terlalu berlebihan, sungguh telah ada orang-orang selain mereka yang terlalu menyepelekan hingga mereka jauh berpaling, dan ada juga yang terlalu bersemangat hingga mereka berlebih-lebihan (melampui batas). Dan sesungguhnya sikap para sahabat di antara yang demikian yakni berada di atas jalan yang lurus. Kamu telah menulis surat menanyakan tentang menyakini adanya takdir, maka -dengan izin Allah- engkau telah tepat memilih orangnya (tanya kepada saya).

Aku tidak mengetahui sesuatu yang baru atau perkara bid’ah yang dimunculkan oleh manusia, yang dampaknya sangat jelas dan pasti kecuali dalam permasalahan mengakui takdir. Orang-orang bodoh pada masa jahiliyyah saja telah memperbincangkan pengakuan taqdir dalam ucapan-ucapan dan syair mereka terhadap kenikmatan yang hilang dari mereka, kemudian Islam datang dan semakin mempertegasnya lagi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan tidak hanya dalam satu hadits atau dua hadits, kaum muslimin juga telah mendengarnya dari beliau, mereka membicarakan takdir baik ketika beliau masih hidup atau sepeninggal beliau dengan sikap yakin dan menerima terhadap Rabb mereka serta merendah diri bahwa tidak ada sesuatu melainkan telah dahulu Ilmu (pengetahuan) Allah terhadapnya dan telah tertulis dalam kitab-Nya (Al Lauhul mahfudh), serta telah ditentukan takdirnya oleh-Nya.

Selain dari itu, persoalan takdir telah dijelaskan dalam muhkam kitab-Nya (ayat-ayat Al Quran yang jelas maknanya), mereka mengutipnya serta belajar darinya. Jika kalian tanyakan, ‘kenapa Allah menurunkan ayat seperti ini, mengapa Dia menyatakan yang demikian?’ sesungguhnya para sahabat juga telah membacanya sebagaimana kalian membaca. Mereka mengetahui bagaimana ta’wilnya yang kalian sendiri tidak tahu dan setelah itu semua, mereka berkata: “kami beriman terhadap kitab (lauhul mahfudh) dan taqdir, dan kesengsaraan telah tertuliskan, maka apa yang telah ditakdirkan pasti akan terjadi. Apa yang Allah kehendaki pasti akan terjadi dan apa yang tidak Allah kehendaki pasti tidak akan terjadi. Sungguh, kita semua tidak mempunyai daya dan upaya untuk menolak madlarat atau mengambil manfaat.” Maka setelah itu mereka ridla dan merasa takut untuk memperbincangkan masalah takdir.”

HR. Muslim, no. 3996

By. Syarif Abul Hafiz

Related Posts

Bid’ah Hasanah

Artikel tulisan edisi Jum’at, 20…

FAIDAH ILMU : “BETAPA KITA TIDAK SADAR AKAN BAHAYA KEBODOHAN”

Sabtu, 11 Januari 2023. Artikel,…